RAHIMKU TERKOYAK DI TANAH BUANGAN

Bunga-bunga Kamboja merekah pada pagi Desember
Tanah kelahiran, gerimis mengundang gundah hati mama
Gelegar guruh menghantam keping-keping rindu bapak
Aku, telah hilang dari pandangan, juga jejak pun tiada

Negeri asing padanya aku terkubur abadi tanpa pembelaan
Rahimku terkoyak oleh tangan ia yang kupuja
Sesudah mawar merah pada bilik paling rahasiaku terampas
Dicecap manisnya lalu ditelanjangi dan dibiarkan terlantar; terlalu
Duri-durinya pindah ke tengkukku sebelum jasadku diusung
Ditiadakan pada sebidang tanah yang tak kutahu milik siapa

Tunggu, andai saja aku bisa untuk bicara sepatah kata saja
Satu-satunya kata yang akan kuucap adalah "pulang" ke pangkuan ibu
Aku ingin hidup sekali lagi daripada hidup dalam tanah pembuangan
Terkubur pada sisi jalanan sunyi yang hanya sesekali terlalui
Oleh para lelaki atau perempuan ninja perkebunan ini

Sayang, sudahlah...
Aku terlambat berkabar sebelum semuanya harus berkabung
Hanya sekeping harap, andai jasadku kembali 
Aku tak butuh keistimewaan tetapi setidaknya layak
Seperti makam-makam sunyi yang sesekali berhias sebatang lilin
Atau bisikan dari orang-orang yang pernah kukenal begitu akrab
Kali ini, aku benar-benar pulang ke dusun kecil 
Gerimis Januari menjemput aku
Jalanan begitu lengang dan sunyi, auman sirena melengking
Aku seperti tamu agung, ada rombongan penjemput

Hujan Februari gugur basahi wajah lusuh seluruh kampung
Lalu mengering dan hilang dalam pergantian musim
Tetapi setidaknya aku telah abadi, dalam tanah ibuku
Dalam beku, mendengar sahutan bunyi lesung para perempuan
Dan teriakan para lelaki saat malam musim jagung
Serta pekikan bocah-bocah saat musim purnama

Semua ‘kan hilang, lenyap tak berbekas
Biarkan aku tidur dalam pembaringan kekal hingga akhir waktu
Kulihat ia yang pernah mencuri hatiku mengerang
Lalu, mungkin ia juga akan seperti aku
Meneguk segelas kopi pahit saat pagi yang begitu ganjil
Untuk terakhir kalinya sebelum ia pun akan ikut tertidur, sunyi

Karya: Waren Taseseb.

*Untuk Merpa Nati Bana dan perempuan-perempuan lain yang wafat secara tak wajar dalam perantauan. Lalu kembali dalam keadaan tak bernyawa lagi. Sehingga menyebabkan luka begitu dalam bagi seluruh keluarga besar yang berduka.

Puisi “Rahimku Terkoyak di Tanah Buangan” – Karya: Waren Taseseb.

Tentang penulis, baca pada halaman selanjutnya…

Silakan Baca Juga :  PUISI: ANU

About Fitri Kurniawati

Fitri hanya seorang audience, pemilik nama pena Merepih Alam yang merupakan Cofounder SinergiNews.

Check Also

Gebyar Desa Poka Dalam Rangka Merayakan HUT Kota Ambon ke-448

MEMBUKA GEBYAR DESA POKA, INI KATA WATTIMENA

SinergiNews-Ambon, 19/09/2034. Pemerintah Desa Poka telah melaksanakan kegiatan Gebyar Desa Poka dalam rangka merayakan HUT …

Tinggalkan Balasan