Sakral dan Meriah, Kirab Pusaka Malam 1 Syuro 2025 Teguhkan Identitas Budaya Bangsa

Sakral dan Meriah, Kirab Pusaka Malam 1 Suro 2025 Teguhkan Identitas Budaya Bangsa surakarta
Sakral dan Meriah, Kirab Pusaka Malam 1 Suro 2025 Teguhkan Identitas Budaya Bangsa surakarta

SURAKARTA, 29 Juni 2025 — Dalam suasana malam yang khusyuk dan penuh aura tradisi, ribuan warga memadati kompleks Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat untuk menyaksikan prosesi Kirab Pusaka Malam 1 Syuro, sebuah tradisi adiluhung yang setiap tahun digelar untuk menyambut pergantian tahun dalam kalender Jawa (1 Muharam/1 Syuro).

Rangkaian kirab dimulai tepat pukul 00.00 WIB, saat genderang pusaka ditabuh sebagai penanda dimulainya prosesi. Diiringi cahaya obor dan lantunan tembang Jawa, pusaka-pusaka keraton (seperti keris Kanjeng Kyai Slamet, tombak pusaka, dan pelengkap simbol kerajaan) diarak mengelilingi tembok beteng keraton sejauh lebih dari dua kilometer. Barisan kirab dipimpin oleh para abdi dalem keraton, prajurit berseragam tradisional, dan para tokoh adat dengan busana kebesaran yang menandakan status dan fungsi masing-masing dalam struktur budaya keraton.

Tahun ini, Kirab Pusaka mendapat perhatian khusus dari Kementerian Kebudayaan Republik Indonesia, dengan hadirnya Menteri Kebudayaan Fadli Zon sebagai tamu kehormatan. Dalam sambutannya di Pagelaran Keraton, Fadli menekankan bahwa kirab bukan sekadar tontonan budaya, melainkan sarat makna spiritual dan historis.

“Kirab Pusaka bukan seremoni kosong. Ia adalah pengingat kolektif bahwa bangsa ini lahir dari peradaban tinggi, dari leluhur yang memahami harmoni antara manusia, alam, dan Sang Pencipta,” ujar Fadli.

Dalam konteks kebijakan kebudayaan nasional, Kementerian mendukung penuh pelestarian tradisi-tradisi seperti ini melalui skema Dana Indonesiana, program revitalisasi keraton, dan dukungan terhadap pewarisan nilai budaya kepada generasi muda. Tahun ini pula, Kirab Pusaka didorong menjadi bagian dari nominasi Warisan Budaya Takbenda Dunia versi UNESCO.

Atmosfer malam terasa magis ketika ribuan penonton menyaksikan iring-iringan pusaka dengan penuh hening dan hormat, tidak sedikit yang mengabadikan momen ini dengan tetap menjaga jarak dan kesopanan. Sejumlah warga bahkan datang dari luar kota, seperti Semarang, Yogyakarta, hingga Bandung, hanya untuk menyaksikan kirab secara langsung.

“Ini adalah pengalaman spiritual. Bukan hanya melihat, tapi merasakan energi leluhur yang hidup,” ujar Nimas Lestari (45), pengunjung asal Cimahi yang mengaku rutin datang setiap tahun.

Di luar keraton, suasana pun semarak. Deretan stan kuliner, pameran keris, dan diskusi budaya digelar di sepanjang Jalan Slamet Riyadi. Komunitas pemuda Surakarta juga mengadakan Festival Laku Lampah (sebuah jalan sunyi tengah malam untuk refleksi budaya) yang merupakan turunan modern dari spirit kirab.

Selain tokoh budaya dan masyarakat umum, hadir pula delegasi dari berbagai keraton dan kadipaten di Nusantara, seperti dari Cirebon, Kutai, dan Ternate, yang menunjukkan solidaritas budaya antar-kerajaan tradisional. Ini menjadi sinyal kuat bahwa kekuatan budaya Indonesia bukanlah serpihan, melainkan simpul-simpul peradaban yang saling menopang.

Makna Kirab

Kirab Pusaka di malam 1 Syuro memiliki makna simbolis sebagai laku spiritual dan introspektif. Bagi masyarakat Jawa, malam ini adalah momen untuk menyucikan batin, mengenang leluhur, dan memulai tahun baru dengan semangat kebajikan. Pusaka bukan sekadar benda, tetapi entitas budaya yang merepresentasikan nilai-nilai kebijaksanaan, keberanian, dan kesetiaan.

Dengan makin kuatnya perhatian pemerintah terhadap pelestarian budaya, diharapkan tradisi semacam ini tidak hanya bertahan, tetapi berkembang sebagai wahana pendidikan karakter bangsa. Kirab Pusaka, dalam hal ini, menjadi laboratorium hidup bagi anak-anak muda untuk mengenal identitasnya dan memahami makna sejarah di balik simbol-simbol kebudayaan.***

Jurnalis: Fajar Budhi Wibowo

Untuk lebih lengkapnya, silakan hubungi kami

Melayani Seluruh Indonesia, info lengkap hubungi kami

Optimized by Optimole