Astana Gede Kawali: Di Pusara Kerajaan Galuh, Waktu Tak Pernah Mati

Astana Gede: Di Pusara Kerajaan Galuh, Waktu Tak Pernah Mati
Astana Gede: Di Pusara Kerajaan Galuh, Waktu Tak Pernah Mati

Oleh: SinergiNews – 30 Juli 2023

Di antara pepohonan tinggi dan udara yang terasa lebih hening dari biasanya, Situs Astana Gede Kawali menyambut setiap peziarah dengan kesederhanaan yang agung. Tak ada gapura besar, tak ada tiket elektronik. Hanya jalan setapak yang membawa kita pada pusaka tanah Galuh, tempat di mana para raja pernah disemayamkan, dan sejarah disimpan dalam batu-batu bersurat yang tidak pernah mengeluh dilupakan.

Terletak di Desa Kawali, Kecamatan Kawali, Kabupaten Ciamis, situs ini adalah peninggalan penting dari Kerajaan Galuh, salah satu kerajaan besar tatanan Sunda sebelum masa Pajajaran. Di sini, waktu tidak membeku. Ia terus berbisik melalui prasasti batu, pepunden, dan makam para leluhur.

Lebih dari Makam Raja

Astana Gede bukan sekadar pemakaman bangsawan. Ini adalah pusat kekuasaan simbolik Kerajaan Galuh pada abad ke-14. Di kompleks ini terdapat Prasasti Kawali, yang ditulis dengan aksara Sunda Kuno, menyebut nama besar: Prabu Niskala Wastu Kancana, raja yang membangun benteng dan irigasi, serta dikenal arif dalam menjaga negeri.

Menurut Fajar Budhi Wibowo, budayawan dari Kota Cimahi dan peneliti sejarah tatar Sunda, situs ini adalah nadi intelektual dan spiritual Galuh, bukan sekadar benda purbakala.

“Prasasti Kawali bukan sekadar batu, melainkan dokumen kebijakan publik tertua di Priangan. Ia menyatakan bahwa pemimpin wajib menjaga rakyat, air, dan batas tanah. Ini luar biasa,” ujar Fajar dalam kunjungannya ke lokasi beberapa waktu lalu.

Antara Keagungan dan Kesunyian

Kompleks Astana Gede dikelilingi oleh pohon-pohon tinggi yang diberi nama: Ki Lengser, Ki Gede, Ki Leuweung. Beberapa dianggap keramat dan tak boleh sembarang ditebang. Di dalam area inti, terdapat makam-makam para raja Galuh, termasuk Prabu Wastu Kancana dan Prabu Cakraningrat. Warga setempat masih rutin datang ke situs ini, membakar kemenyan, memanjatkan doa, dan membersihkan area sebagai bentuk penghormatan.

“Ini bukan hanya situs sejarah. Bagi warga, ini tempat spiritual. Tempat ‘ngalap berkah’ bukan untuk mencari kuasa, tapi untuk menundukkan diri di hadapan leluhur,” lanjut Fajar.

Situs Hidup yang Terlupakan

Meski memiliki nilai historis besar, Astana Gede masih luput dari perhatian banyak pihak. Infrastruktur menuju lokasi masih minim. Narasi sejarahnya tidak banyak muncul dalam kurikulum sekolah, dan peran masyarakat dalam pengelolaan situs sering tidak diperhitungkan oleh otoritas resmi.

Fajar menyebut situs ini sebagai contoh ruang budaya yang hidup tapi dibiarkan sunyi.

“Kita terlalu sibuk membangun museum ber-AC di kota, sementara pusaka sejarah seperti Astana Gede ini tak punya papan informasi yang layak. Padahal, inilah tempat belajar terbaik tentang asal-usul kita sebagai bangsa,” tegasnya.

Menghidupkan Kembali Galuh

Sejumlah komunitas, termasuk para budayawan lokal dan penggiat sejarah, kini mulai mendorong agar Situs Astana Gede dijadikan bagian penting dari ekosistem wisata budaya Tatar Galuh. Kawasan ini bisa disinergikan dengan Situs Karangkamulyan, Situs Bojong Galuh, serta jalur spiritual Galuh–Pajajaran yang membentang dari Ciamis hingga Bogor.

Fajar menutup pernyataannya dengan harapan yang mengakar:

“Astana Gede adalah cermin masa lalu. Jika kita jernih menatapnya, kita bisa menemukan arah masa depan yang tak tercerabut dari akar.”

Fajar Budhi Wibowo – Pusat Studi Budaya dan Sejarah Sanghyan Hawu

Catatan Redaksi:
Situs Astana Gede Kawali terletak sekitar 20 km dari pusat Kota Ciamis, bisa dijangkau dengan kendaraan roda dua atau empat. Pengunjung disarankan membawa pemandu lokal untuk memahami konteks sejarah dan spiritual kawasan, serta menjaga etika selama berada di lingkungan situs.

Untuk lebih lengkapnya, silakan hubungi kami

Melayani Seluruh Indonesia, info lengkap hubungi kami

Optimized by Optimole