Berkelana di Situs Karangkamulyan: Reruntuhan, Ritus, dan Rakyat

Berkelana di Situs Karangkamulyan: Reruntuhan, Ritus, dan Rakyat
Berkelana di Situs Karangkamulyan: Reruntuhan, Ritus, dan Rakyat

Oleh: SinergiNews – 25 Juni 2023

Embun belum habis dari dedaunan kala seorang pria tua memanjatkan mantra di bawah pohon besar. Tak jauh dari sana, batu-batu purba berjejer diam, seperti menunggu waktu untuk kembali bercerita. Inilah Situs Karangkamulyan, sebuah kawasan cagar budaya di Kabupaten Ciamis yang menyimpan lebih dari sekadar batu dan tanah—ia adalah naskah terbuka dari masa silam, yang terus dibaca oleh alam dan manusia.

Terletak di Desa Karangkamulyan, Kecamatan Cijeungjing, situs ini merupakan kompleks arkeologi sekaligus spiritual, yang diyakini sebagai bekas pusat pemerintahan Kerajaan Galuh, leluhur Sunda yang berdiri jauh sebelum Mataram atau Majapahit menulis sejarahnya.

Lebih dari Sekadar Batu

Saat menyusuri situs ini, pengunjung akan menemukan beberapa bagian penting: Batu Pangcalikan, Patimuan, Lambang Peribadatan, Panyabungan Hayam, hingga Situs Makam Adipati Surya Kancana. Semuanya berada dalam lingkaran hutan kecil yang sunyi, seolah menjaga rahasia kerajaan yang tak ingin dilupakan.

Menurut Fajar Budhi Wibowo, budayawan asal Kota Cimahi dan pengampu Pusat Studi Budaya dan Sejarah Sanghyang Hawu, Karangkamulyan bukan hanya situs arkeologis, melainkan juga ruang ritual dan simbolisme kekuasaan yang masih hidup dalam imajinasi kolektif masyarakat Galuh.

“Batu di sini bukan sekadar artefak. Ia adalah saksi bisu dari bagaimana kekuasaan, keyakinan, dan rakyat dahulu menyatu dalam ruang spiritual. Ini bukan reruntuhan yang mati, tapi nadi budaya yang masih berdenyut,” jelas Fajar saat ditemui di sela agenda ekspedisi budaya di kawasan Priangan Timur.

Antara Mitos dan Metodologi

Nama Karangkamulyan erat kaitannya dengan kisah Prabu Ciung Wanara, tokoh legendaris dalam babad Sunda. Banyak yang percaya bahwa ia dilahirkan dan dibesarkan di kawasan ini, sebelum akhirnya naik tahta menggantikan Raja Galuh yang zalim. Di sinilah kekuatan narasi bekerja: antara legenda dan sejarah, masyarakat tak membedakan secara tajam—yang penting adalah nilai yang diwariskan.

Situs ini dijaga oleh juru kunci yang memastikan kesucian tempat tetap terjaga. Setiap tahun, masyarakat sekitar masih menggelar ritus adat seperti Nyangku, yaitu ritual membersihkan benda-benda pusaka kerajaan Galuh sebagai simbol pembersihan diri dan sejarah.

“Yang menarik, Karangkamulyan tetap menjadi ruang hidup. Rakyat tak hanya datang untuk belajar sejarah, tapi juga untuk ngalap berkah, menyambung silsilah, bahkan mencari arah hidup,” tambah Fajar.

Daya Tarik Spiritual, Tantangan Fisik

Sebagai destinasi budaya, Karangkamulyan sudah dikenal sejak lama. Namun pengelolaan tempat ini masih menghadapi tantangan: akses transportasi belum sepenuhnya memadai, papan informasi minim, dan promosi wisata berbasis edukasi belum maksimal. Padahal situs ini menyimpan potensi besar sebagai pusat pendidikan sejarah, spiritualitas lokal, dan ekowisata budaya.

Meski begitu, pengunjung tetap berdatangan. Beberapa datang karena penasaran, lainnya karena keyakinan. Anak-anak sekolah berjalan beriringan, mengangguk saat guru menunjuk batu Panyabungan Hayam. Di sisi lain, peziarah duduk bersila sambil menyalakan dupa.

Rakyat dan Ritus yang Tak Pernah Putus

Karangkamulyan bukan hanya milik masa lalu, tapi juga ruang identitas rakyat Galuh hari ini. Setiap jengkal tanahnya adalah jembatan antara mitos dan metodologi, antara sejarah dan hidup sehari-hari. Bagi Fajar, keberadaan situs ini menjadi pengingat bahwa budaya bukan barang purbakala yang dilestarikan demi wisata, melainkan sistem hidup yang diwariskan karena masih relevan.

“Kita bisa bangun museum megah, kita bisa buat narasi digital, tapi kalau rakyatnya tidak merasa terhubung secara spiritual dan emosional, maka semua hanya kemasan kosong,” ujar Fajar, yang telah lama mengadvokasi pentingnya pelibatan warga lokal dalam pelestarian situs sejarah.

Tonny Wikasatrian, Pemandu, Fitri Kurniawati Brin dan Fajar Budhi Wibowo Sanghyang Hawu
Tonny Wikasatrian, Pemandu, Fitri Kurniawati Brin dan Fajar Budhi Wibowo Sanghyang Hawu

Catatan Redaksi:
Situs Karangkamulyan dapat diakses melalui jalur selatan dari Kota Ciamis. Disarankan bagi pengunjung untuk menjaga ketenangan dan sopan santun, karena kawasan ini masih dianggap sakral oleh warga sekitar.

Untuk lebih lengkapnya, silakan hubungi kami

Melayani Seluruh Indonesia, info lengkap hubungi kami

Optimized by Optimole