Hari Kebaya Nasional 2025, Komunitas Perempuan Berkebaya Gelar Lomba Berkebaya

“Dalam acara ini,” terang Fitri Kurniawati dengan nada reflektif, “saya melihat bahwa kebaya bukan sekadar lembaran kain yang dibentuk indah di tubuh perempuan. Ini juga bukan perkara siapa yang mengenakan kebaya paling mahal, atau siapa yang menghias dirinya dengan asesoris paling gemerlap. Lebih dari itu, lomba ini menjadi ruang bagi setiap perempuan untuk menyelami kembali jati dirinya, melalui pilihan kain yang ia kenakan, melalui lipatan sanggul yang ia tata, hingga pada makna yang ia sematkan di balik kebaya yang ia pilih. Intinya, ini adalah tentang memahami siapa diri kita dalam bingkai budaya.”

Komunita Perempuan Berkebaya.
Komunita Perempuan Berkebaya.

Jakarta – SinergiNews. Dalam merayakan Hari Anak Nasional dan Hari Kebaya Nasional 2025, Komunitas Perempuan Berkebaya menggelar sebuah lomba unik: Lomba Berkebaya Online. Tak sekadar kontes kecantikan, lomba ini merefleksikan upaya memelihara nilai-nilai budaya melalui wastra Nusantara.

“Kebaya bukan semata pakaian. Ia adalah pernyataan budaya,” ujar Lia Nathalia, Ketua Komunitas Perempuan Berkebaya, dengan nada penuh keyakinan. “Di balik setiap helai kebaya, tersimpan kisah panjang perempuan Nusantara. Ia bukan sekadar simbol feminitas, tetapi juga lambang keteguhan, ketulusan, dan kecintaan pada akar budaya kita. Karena itu, dalam lomba ini, kami tidak mencari siapa yang paling cantik saat berkebaya. Justru kami ingin melihat siapa yang mampu memaknai kebaya sebagai cermin jati dirinya.”

Lia menambahkan, peserta tidak hanya diminta mengirim foto terbaik saat mengenakan kebaya. Mereka juga diharapkan menguraikan jenis kebaya yang dipilih, corak kain sebagai bawahan, hingga filosofi atau cerita pribadi yang tersemat di balik busana yang mereka kenakan. “Lewat setiap kisah itu, kami ingin mengenali bagaimana perempuan hari ini memaknai pusaka nenek moyangnya,” pungkasnya.

Komunitas Perempuan Berkebaya menetapkan sejumlah syarat. Di antaranya, penggunaan kain/sarung sebagai bawahan wajib, bukan rok modern. Peserta pun dinilai dari tata rambut dan sanggul, yang menjadi unsur penting dalam estetika berpakaian tradisional. Dengan demikian, lomba ini menjadi ruang edukasi sekaligus konservasi budaya.

Selain itu, bukti identitas diri dan foto dari berbagai sisi diperlukan guna memastikan orisinalitas dan keterlibatan peserta. Semua dikirimkan melalui email resmi komunitas. Sementara proses penjurian akan dilakukan oleh tokoh-tokoh budaya perempuan ternama.

Lomba Daring Nasional dengan Dua Kategori Spesial

Untuk menjangkau seluruh lapisan masyarakat, lomba ini digelar secara daring. Terdapat dua kategori utama. Pertama, kategori Ibu dan Anak atau Anak Saja, dengan batas usia anak di bawah 18 tahun. Kedua, kategori Perempuan Dewasa, yakni peserta berusia 18 tahun ke atas.

Tiga perempuan inspiratif ditunjuk sebagai juri: Emi Wiranto (penggerak Sekar Ayu Jiwanta), Dr. Nita Trismaya (dosen Institut Kesenian Jakarta), dan Ellen Martini Lim. Para juri tidak sekadar menilai estetika visual, melainkan juga pemahaman peserta terhadap filosofi kain dan kebaya.

Lomba ini pun diadakan tanpa pungutan biaya. Dengan demikian, keterbukaan akses bagi siapa pun menjadi prioritas. Hadiah menarik serta kesempatan tampil dalam perayaan Hari Kebaya Nasional di Jakarta menanti para pemenang.

Fitri Kurniawati, sebagai salah satu penggiat kampanye perempuan berkain dan berkebaya, ketika diminta tanggapan kegiatan ini merespon dengan antusias. Saat ditanya tentang benerfit kegiatan ini oleh Tim SinergiNews, ia menafsirkan bahwa inti lomba menilai pemahaman makna kebaya, bukan kemewahan busana atau asesoris semata.

“Dalam acara ini,” terang Fitri Kurniawati dengan nada reflektif, “saya melihat bahwa kebaya bukan sekadar lembaran kain yang dibentuk indah di tubuh perempuan. Ini juga bukan perkara siapa yang mengenakan kebaya paling mahal, atau siapa yang menghias dirinya dengan asesoris paling gemerlap. Lebih dari itu, lomba ini menjadi ruang bagi setiap perempuan untuk menyelami kembali jati dirinya, melalui pilihan kain yang ia kenakan, melalui lipatan sanggul yang ia tata, hingga pada makna yang ia sematkan di balik kebaya yang ia pilih. Intinya, ini adalah tentang memahami siapa diri kita dalam bingkai budaya.”

Merajut Masa Depan Melalui Benang Tradisi

Lebih dari sekadar kompetisi, Lomba Berkebaya Online 2025 adalah ikhtiar membangun ruang refleksi tentang keberagaman Indonesia. Peserta diingatkan bahwa kebaya dan kain bukan peninggalan masa lalu. Sebaliknya, keduanya adalah bagian dari identitas yang hidup dan terus tumbuh.

Di era digital seperti saat ini, lomba berkebaya daring menjadi jembatan yang menghubungkan nilai tradisi dengan gaya hidup masa kini. Melalui layar kaca, budaya dipamerkan. Melalui kata-kata peserta, filosofi diwariskan. Itulah cara sederhana namun bermakna dalam menjaga pusaka bangsa.

Dengan batas waktu pengiriman pada 19 Juli 2025, lomba ini sekaligus menjadi alarm bagi generasi muda: waktunya mengenakan kebaya, menyulam cerita, dan melestarikan budaya.

Pada akhirnya, di setiap helai kain yang dijahit rapi, di setiap sanggul yang dirapikan, Indonesia sedang bercerita. Tentang dirinya. Tentang kita semua.***

Jurnalis: Dadan Kurnia.

Untuk lebih lengkapnya, silakan hubungi kami

Melayani Seluruh Indonesia, info lengkap hubungi kami

Optimized by Optimole