Kampung Adat Kuta: Seribu Pamali di Lembah Cijolang

Kampung Adat Kuta: Seribu Pamali di Lembah Cijolang
Kampung Adat Kuta: Seribu Pamali di Lembah Cijolang

Ciamis – SinergiNews, 28 Juli 2024

Di balik hijaunya perbukitan selatan Ciamis, tepatnya di Dusun Kuta, Desa Karangpaningal, Kecamatan Tambaksari, berdiri sebuah kampung yang setia menjaga warisan leluhur dengan keteguhan luar biasa: Kampung Adat Kuta. Dikenal sebagai kampung “seribu pantangan”, tempat ini hidup dalam ketenangan yang tak biasa, diatur oleh adat, dilindungi oleh pamali.

Tak ada genteng, tak ada tembok beton, tak ada listrik menyala terang. Rumah-rumah panggung dari bilik bambu berjajar rapi, berdiri di atas tanah leluhur yang sakral. Kampung ini menolak modernisasi bukan karena menutup diri, melainkan karena tahu persis nilai yang harus dijaga. Harmoni dengan alam dan kebijaksanaan tradisi.

“Di sini, kami hidup dengan batas, bukan larangan. Semua aturan adat diturunkan bukan untuk membatasi, tapi untuk menjaga keseimbangan,” ujar Ki Karman, sesepuh adat Kampung Kuta.

Leuweung Gede: Hutan yang Dijaga oleh Pamali

Salah satu bagian paling sakral dari kampung ini adalah Leuweung Gede, hutan keramat seluas lebih dari 40 hektar yang dipercaya sebagai tempat bersemayamnya roh leluhur. Hutan ini tak boleh dimasuki sembarangan. Tidak boleh memakai alas kaki, tidak boleh mengenakan baju hitam, tidak boleh memakai perhiasan, dan tak boleh dikunjungi pada hari Senin dan Jumat.

Mata air Ciasihan yang mengalir di tengah hutan dipercaya memiliki kesucian yang hanya bisa dijaga melalui kepatuhan spiritual dan ekologis. Siapa pun yang melanggar pamali, menurut kepercayaan warga, akan mendapat teguran, baik langsung maupun lewat peristiwa ganjil.

Nyuguh: Arak-arakan Hasil Bumi sebagai Wujud Syukur

Setiap tanggal 25 bulan Safar dalam kalender Hijriah, warga Kampung Kuta menyelenggarakan upacara Nyuguh, yaitu arak-arakan hasil bumi yang dipikul di atas tandu bambu (dongdang) menuju tepi sungai. Di sana, doa syukur dipanjatkan untuk keselamatan kampung dan kelimpahan panen.

Selain Nyuguh, masyarakat juga rutin menggelar Hajat Bumi dan Ruwatan, dengan iringan musik tradisional seperti dogdog, tarawangsa, dan goong buyung. Semuanya dimainkan oleh warga tanpa pelatihan khusus. Musik dan doa adalah bagian dari kehidupan, bukan pertunjukan.

Tradisi Ini Bukan Peninggalan, Tapi Jalan Hidup

Dalam kunjungannya ke Kampung Kuta, Fajar Budhi Wibowo, budayawan asal Cimahi sekaligus penggagas Pusat Studi Budaya dan Sejarah Sanghyang Hawu, menegaskan pentingnya kampung adat seperti ini dalam lanskap kebudayaan nasional.

“Kampung Kuta bukan sekadar situs budaya atau desa wisata. Ia adalah cerminan dari bagaimana manusia bisa hidup tanpa mencemari ruang hidupnya. Masyarakat di sini menjaga tanah bukan karena diperintah, tapi karena merasa menyatu dengannya,” ujar Fajar.

Menurutnya, banyak hal yang bisa dipelajari dari warga Kampung Kuta. Terutama soal keterhubungan spiritual dengan alam, penghormatan terhadap leluhur, serta etika kolektif yang bersumber dari kesadaran bersama, bukan sanksi hukum.

Menerobos Jalan Menuju Ketenteraman

Untuk sampai ke Kampung Adat Kuta, pengunjung harus menempuh perjalanan sekitar 45 km dari Pusat Kota Ciamis, menembus jalan desa yang berkelok di tengah perbukitan. Tak ada tiket masuk, tak ada kafe estetik, hanya ketenangan yang sulit dicari di tempat lain.

Namun demikian, masyarakat terbuka terhadap kunjungan wisata budaya. Selama pengunjung menghormati aturan adat, berpakaian sopan, tidak menginap sembarangan, tidak melanggar pantangan hutan, dan tidak memotret di area yang dianggap keramat.

Bukan Kampung yang Terpencil, Tapi yang Dihormati

Di era ketika banyak komunitas adat kehilangan pijakan karena industri pariwisata atau tekanan ekonomi, Kampung Kuta tetap berdiri kokoh dalam sunyinya. Mereka tidak minta disorot, tidak meminta belas kasihan. Mereka hanya ingin dikenali sebagai bagian penting dari wajah budaya Sunda.

Dan bagi mereka yang ingin menemukan makna kehidupan yang lebih dalam dari sekadar hiburan, Kuta adalah cermin jernih, kesederhanaan dan pamali pun bisa menjadi pelindung paling kuat dari jati diri sebuah bangsa.


Catatan Redaksi:
Bagi Anda yang ingin berkunjung ke Kampung Adat Kuta, sebaiknya menghubungi pengurus kampung terlebih dahulu. Bawalah semangat belajar, bukan hanya kamera. Dan ingatlah: adat di sana bukan tontonan, melainkan nilai hidup yang diwariskan, dijalani, dan dihormati.

Untuk lebih lengkapnya, silakan hubungi kami

Melayani Seluruh Indonesia, info lengkap hubungi kami

Optimized by Optimole