Kampung Adat Miduana: Surga Tersembunyi di Pelukan Cipandak

Kampung Adat Miduana: Surga Tersembunyi di Pelukan Cipandak
Kampung Adat Miduana: Surga Tersembunyi di Pelukan Cipandak

Oleh: Tim SinergiNews – 29 Desember 2024

Di antara aliran Sungai Cipandak Hilir dan Girang, terselip Kampung Adat Miduana, sebuah permata budaya Sunda di Desa Balegede, Kecamatan Naringgul, Kabupaten Cianjur. Dikelilingi perbukitan hijau dan udara sejuk pegunungan, kampung ini menawarkan pesona tradisi leluhur keturunan Kerajaan Pajajaran. Dari rumah panggung berbilik bambu hingga ritual sakral, Miduana adalah oase kearifan lokal yang bertahan di tengah arus modernisasi. Bagaimana kampung ini menjaga warisan leluhur sambil menyambut dunia baru?

Jejak Sejarah di Balegede

Kampung Miduana, yang awalnya bernama Joglo Alas Roban, didirikan oleh Eyang Jagat Sadana, keturunan Eyang Jagat Nata dan Eyang Jagat Niti, tokoh kembar dari Kerajaan Pajajaran. “Desa Balegede adalah tempat perjumpaan besar, dan Miduana lahir dari hutan belantara yang dibuka Jagat Sadana,” ujar Abah Yayat, kokolot kampung, pada 2022. Nama “Miduana” sendiri berasal dari kata “Midua,” merujuk pada posisi kampung yang terbelah oleh dua sungai, Cipandak Hilir dan Girang, yang menyatu menjadi Sungai Cipandak. Awalnya hanya dihuni sembilan keluarga, kampung ini kini menjadi rumah bagi 280 kepala keluarga, tetap setia pada tradisi pikukuh karuhun.

Pada masa lalu, Miduana dikenal tertutup, menjaga adat dari pengaruh luar. Rumah-rumah panggung dengan pintu menghadap selatan dan dinding bilik bambu menjadi ciri khas, lengkap dengan gowah (tempat penyimpanan padi) yang harus dilewati menuju jamban, sebuah tradisi unik yang mencerminkan keseimbangan hidup.

Keunikan Budaya Miduana

Kampung Miduana kaya akan tradisi dan kesenian buhun. Ritual seperti Dongdonan Wali Salapan, Lanjaran Tatali Paranti, dan Mandi Kahuripan masih digelar, terutama menjelang Ramadan. “Tradisi Mandi Keramasan Cai Kahuripan di Sungai Cipandak menyucikan diri sekaligus mempererat silaturahmi,” kata Abah Rustiman, Dewan Adat Miduana, pada 2023. Kesenian seperti Wayang Gejlig, calung, dan tarawangsa menghidupkan suasana, sementara situs bersejarah seperti Batu Rompe dan Arca Cempa Larang Kabuyutan menjadi saksi bisu kejayaan masa lalu.

Keunikan lain adalah usia panjang warganya. Banyak penduduk berusia di atas 100 tahun tetap bugar, berkat gaya hidup tradisional dan makanan alami. “Warga hidup dari hasil pertanian dan memanfaatkan alam secara bijak,” ungkap Rustiman. Larangan menanam padi ketan di hulu lahan pertanian juga dipegang teguh untuk menjaga harmoni dengan alam.

Tantangan di Era Modern

Pada 2024, Miduana mulai membuka diri sebagai destinasi wisata edukasi, didukung oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Cianjur serta komunitas lokal. Kepala Disbudpar Cianjur, menyatakan, “Setiap akhir pekan, 100–150 wisatawan berkunjung, belajar tentang budaya Sunda.” Namun, tantangan regenerasi tetap ada. Banyak generasi muda beralih ke profesi modern, dan hanya sedikit dari 99 rumah adat asli yang tersisa. Revitalisasi infrastruktur, seperti pembangunan Bumi Ageung sebagai basecamp wisata, menjadi langkah untuk menyeimbangkan pelestarian dan pariwisata.

Refleksi: Inspirasi bagi Cimahi

Fajar Budhi Wibowo, penggiat budaya dari Pusat Studi Budaya dan Sejarah Sanghyang Hawu serta Dewan Kebudayaan Kota Cimahi, melihat Miduana sebagai teladan. “Miduana mengajarkan kita bagaimana kearifan lokal, seperti Mandi Kahuripan dan larangan adat, bisa memperkuat identitas budaya. Di Cimahi, kami terinspirasi untuk mengembangkan wisata edukasi serupa, mengintegrasikan tradisi Sunda dengan pendekatan modern,” ujarnya. Fajar menekankan bahwa kolaborasi dengan komunitas lokal, seperti yang dilakukan Yayasan Lokatmala, adalah kunci keberlanjutan budaya.

Menyapa Miduana

Kampung Adat Miduana bukan hanya destinasi wisata, melainkan cerminan hidup harmonis antara manusia, alam, dan leluhur. Dengan keindahan pegunungan, kesenian buhun, dan tradisi yang terjaga, Miduana mengundang siapa saja untuk menyelami kekayaan Sunda. Siap menapak jejak leluhur di antara Sungai Cipandak?

Catatan Redaksi: Artikel ini disusun berdasarkan wawancara Abah Yayat (2022, ANTARA News), Abah Rustiman (2023, Detik.com), ANTARA News, serta tanggapan Fajar Budhi Wibowo, penggiat budaya dari Cimahi. Informasi tambahan bersumber dari Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Jawa Barat. Sinerginews.co.id berkomitmen mempromosikan kekayaan budaya Sunda melalui liputan kampung adat.

Untuk lebih lengkapnya, silakan hubungi kami

Melayani Seluruh Indonesia, info lengkap hubungi kami

Optimized by Optimole