Kampung Cikondang: Jejak Leluhur di Pelukan Pangalengan

Kampung Cikondang: Jejak Leluhur di Pelukan Pangalengan
Kampung Cikondang: Jejak Leluhur di Pelukan Pangalengan

Oleh: Tim SinergiNews – 29 September 2024

Tersembunyi di antara perbukitan hijau Pangalengan, Kabupaten Bandung, Kampung Cikondang di Desa Lamajang menawarkan pesona budaya Sunda yang masih terjaga. Dikelilingi hamparan kebun teh dan udara sejuk Gunung Tilu, kampung adat ini menyimpan cerita leluhur sejak abad ke-19, ketika Uyut Pameget dan Uyut Istri menyebarkan ajaran Islam. Dari rumah panggung beratap ijuk hingga ritual sakral, Cikondang adalah bukti bahwa tradisi bisa hidup harmoni dengan zaman. Bagaimana kampung ini bertahan dari kobaran masa lalu hingga tantangan modern?

Bumi Adat 2013: Menjaga Warisan di Tengah Perubahan

Pada 2013, Anom Juhana, kuncen Bumi Adat berusia 67 tahun, berbagi kisah pelestarian warisan leluhur. “Kalau Bumi Adat tidak boleh diubah. Istilahnya panjang tidak boleh dipotong, pendek tidak boleh disambung,” ujarnya, merujuk pada rumah adat berusia ratusan tahun yang selamat dari kebakaran besar 1942. Revitalisasi Bumi Adat pada 2010, dengan dana Rp170 juta dari Pemerintah Kabupaten Bandung, berhasil mempertahankan dinding bambu asli, menjadikannya simbol ketangguhan budaya.

Anom juga menyoroti Hutan Larangan, kawasan suci di belakang Bumi Adat. “Larangan hutan ini menjadi contoh bagi manusia supaya alam tetap lestari, asri, dan terhindar dari longsor atau penggundulan hutan,” katanya. Pada masa itu, kehidupan warga masih bergantung pada pertanian, dengan upacara Seren Taun sebagai wujud syukur atas hasil panen. Kesenian seperti Beluk, seni vokal khas Sunda, kerap menggema, menceritakan keindahan alam dan kehidupan desa.

Cikondang 2024: Tradisi di Tengah Arus Modernisasi

Kini, di 2024, Kampung Cikondang tetap menjadi penjaga budaya Sunda. Ki Anom, tokoh adat, menegaskan nilai sejarah Bumi Adat yang kini berusia 370 tahun. “Bumi Adat adalah peninggalan berharga, dan kami lestarikan kuliner seperti nasi tumpeng dan rujak curo,” ujarnya. Upacara Wuku Taun setiap 15 Muharam tetap digelar, dengan persiapan sejak 1 Muharam, termasuk menumbuk padi secara tradisional. Kesenian Beluk masih hidup, menghibur warga dan wisatawan.

Namun, modernisasi membawa tantangan. Banyak warga beralih profesi dari petani ke pekerjaan modern, seperti buruh pabrik atau karyawan kota. Generasi muda mulai terpikat gaya hidup urban, dan aturan seperti larangan alat elektronik di Bumi Adat sulit ditegakkan. Untuk menjawab tantangan ini, warga mengembangkan wisata edukasi. “Wisata edukasi adalah cara kami memperkenalkan budaya kepada generasi baru,” kata Ki Anom. Pengunjung diajak belajar anyaman bambu, memahami ritual adat, atau menikmati kuliner tradisional di tengah kebun teh.

Refleksi: Inspirasi untuk Cimahi dan Masa Depan

Fajar Budhi Wibowo, penggiat budaya dari Kota Cimahi yang aktif di Pusat Studi Budaya dan Sejarah Sanghyang Hawu serta Dewan Kebudayaan Kota Cimahi, melihat Cikondang sebagai teladan. “Dari 2013 hingga kini, Cikondang menunjukkan bagaimana tradisi bisa bertahan di tengah modernisasi. Hutan Larangan dan Wuku Taun adalah kearifan lokal yang relevan untuk masa kini. Riset kami di Sanghyang Hawu menegaskan bahwa wisata edukasi adalah kunci untuk melibatkan generasi muda,” ujarnya.

Fajar menambahkan, “Cikondang menginspirasi Cimahi untuk membangun identitas budaya yang kuat. Di tengah kehidupan urban, kami berupaya mengintegrasikan nilai-nilai Sunda melalui kajian dan promosi budaya. Cikondang membuktikan bahwa warisan leluhur bisa relevan jika dikemas dengan pendekatan modern, seperti wisata edukasi dan pelibatan komunitas.”

Menapak Jejak Leluhur

Kampung Cikondang bukan sekadar destinasi wisata, melainkan ruang hidup yang menyatukan masa lalu dan kini. Bumi Adat, Hutan Larangan, dan ritual Wuku Taun mengajarkan harmoni antara manusia, alam, dan leluhur. Dengan wisata edukasi, Cikondang mengundang generasi baru untuk mencintai budaya Sunda. Siap menapak jejak leluhur di Pangalengan?


Catatan Redaksi: Artikel ini disusun berdasarkan wawancara Anom Juhana pada 2013 (Kompas.com) dan Ki Anom pada 2023 (ANTARA News), serta tanggapan Fajar Budhi Wibowo, penggiat budaya dari Cimahi. Data tambahan bersumber dari Open Data Jawa Barat. Sinerginews.co.id berkomitmen mempromosikan kekayaan budaya Sunda melalui liputan kampung adat.

Untuk lebih lengkapnya, silakan hubungi kami

Melayani Seluruh Indonesia, info lengkap hubungi kami

Optimized by Optimole