Sindangbarang: Menyulam Tradisi Sunda di Tanah Pakuan

Sindangbarang: Menyulam Tradisi Sunda di Tanah Pakuan
Sindangbarang: Menyulam Tradisi Sunda di Tanah Pakuan

Oleh: SinergiNews – 8 Juli 2025

Di balik gemuruh lalu lintas dan hiruk-pikuk kota Bogor yang terus tumbuh, terdapat sebuah tempat yang mengajarkan tentang kesabaran sejarah dan ketekunan menjaga warisan. Sindangbarang yang terletak di Kecamatan Tamansari, menjadi ruang hidup bagi tradisi Sunda Pakuan yang nyaris tak terdengar oleh gegap gempita zaman.

Di sinilah jejak Kerajaan Sunda masih terjaga dalam bentuk rumah adat, kesenian tradisional, upacara adat, dan sistem sosial komunitas yang terus ditanamkan kepada generasi muda.

“Sindangbarang adalah simpul penting dalam peta kebudayaan Sunda. Ia bukan rekonstruksi, melainkan revitalisasi—usaha menyambung napas peradaban yang sempat terlupakan,” ujar Fajar Budhi Wibowo, budayawan asal Cimahi yang beberapa kali melakukan kajian lapangan di kawasan ini.

Dari Situs Kerajaan ke Kampung Adat

Secara historis, nama Sindangbarang disebut dalam Naskah Bujangga Manik dan Prasasti Batutulis, yang menyebut wilayah ini sebagai bagian dari tanah Kerajaan Sunda sebelum kehancurannya oleh Kesultanan Banten. Kampung ini dipercaya sebagai tempat tinggal salah satu putri raja dan juga titik awal jalur persebaran budaya Sunda ke barat dan selatan.

Pada awal 2000-an, warga bersama tokoh adat berinisiatif membangun kembali kampung ini menjadi kampung budaya, dengan bentuk arsitektur rumah Sunda lama, sistem pemerintahan adat kecil, dan pemeliharaan ritual tradisional.

Hidup Bersama Tradisi

Di Kampung Sindangbarang, Sasaka Pusaka Sunda Wiwitan dijaga bukan melalui pelarangan atau pembakuan, melainkan dengan pendidikan budaya yang mengalir dalam kehidupan. Setiap anak diajarkan memainkan kacapi, mengenakan pangsi, dan menyebut nama-nama leluhur. Mereka juga dikenalkan pada ngabumi (bertani), ngaji budaya, dan ngalakon (berlakon/berkehidupan) dalam nilai Sunda.

Upacara besar seperti Seren Taun, Mapag Sri, dan Ngubek Situ menjadi momen di mana kampung ini menjadi ruang tamu budaya bagi pengunjung dari luar daerah hingga mancanegara. Musik angklung gubrag, tari buyung, dan degung menjadi bagian tak terpisahkan dari ruang spiritual yang hidup dan dinamis.

“Yang mereka bangun bukan panggung seni, tapi panggung nilai. Setiap pertunjukan bukan untuk dieksploitasi, melainkan untuk diserap maknanya,” jelas Fajar.

Revitalisasi dengan Wajah Muda

Yang unik dari Sindangbarang adalah keterlibatan generasi muda dalam merawat nilai adat. Pemuda kampung ini tak hanya aktif dalam pertunjukan, tapi juga dalam pengarsipan budaya digital, pelatihan kesenian, dan diplomasi kebudayaan. Mereka menggunakan media sosial, podcast, dan video pendek untuk mengenalkan kebudayaan Sunda dari akar rumput.

“Anak-anak muda di sini menjadikan adat bukan beban, tapi kehormatan. Mereka mengembangkan budaya tanpa harus tercerabut dari modernitas,” tambah Fajar.

Tantangan dan Tekad Menjaga Warisan

Meski berkembang pesat sebagai destinasi wisata budaya, Kampung Budaya Sindangbarang tetap menghadapi tantangan: komersialisasi, tekanan lahan, dan ancaman gentrifikasi kultural. Namun tekad warga dan dukungan dari komunitas budaya membuat Sindangbarang tetap berdiri sebagai benteng nilai Sunda di jantung Bogor.

Fajar menegaskan bahwa Sindangbarang adalah model revitalisasi komunitas adat yang berhasil, bukan hanya karena tampilan fisiknya, tapi karena nilai gotong royong dan kesadaran sejarahnya.

“Kampung ini mengingatkan kita bahwa warisan budaya bukan yang tersisa dari masa lalu, tapi yang masih kita jalankan hari ini,” ujarnya mengakhiri.


Catatan Redaksi:
Kampung Budaya Sindangbarang dapat dikunjungi setiap hari. Wisatawan disarankan menghubungi pengelola terlebih dahulu jika ingin mengikuti kegiatan budaya atau menghadiri upacara adat. Hormati aturan kampung dan jangan ganggu kegiatan masyarakat.

Untuk lebih lengkapnya, silakan hubungi kami

Melayani Seluruh Indonesia, info lengkap hubungi kami

Optimized by Optimole