Kampung Adat Urug: Sunyi yang Menjaga Adat di Tengah Hutan Bogor

Kampung Adat Urug—sebuah permukiman yang tenang, jauh dari keramaian, namun menyimpan denyut nadi budaya Sunda yang masih hidup dan bersahaja.
Kampung Adat Urug—sebuah permukiman yang tenang, jauh dari keramaian, namun menyimpan denyut nadi budaya Sunda yang masih hidup dan bersahaja.

Oleh: Tim SinergiNews – 31 Maret 2024

Di jantung perbukitan Sukajaya, Kabupaten Bogor, tersembunyi sebuah perkampungan yang menolak terburu-buru mengikuti dunia luar. Namanya Kampung Adat Urug, tempat di mana nilai-nilai lama bukan barang antik, tetapi napas kehidupan.

Tak banyak papan penunjuk yang mengarah ke Urug. Hanya jalan berbatu, sungai kecil, dan lebat hutan rakyat yang mengantar pelancong menuju kawasan yang terkesan sederhana, namun dalam diamnya menyimpan kebijaksanaan berabad-abad.

Begitu sampai di kampung ini, kita seakan disambut oleh waktu yang melambat. Rumah-rumah panggung dari kayu dan bambu berjajar rapi, udara bersih tak tercemari kendaraan, dan suara manusia bersahutan dalam kelembutan. Di sini, tak ada listrik. Tak ada televisi. Bahkan sinyal pun nyaris tak menembus.

“Urug bukan tempat wisata biasa. Ini ruang hidup, ruang batin yang diwariskan turun-temurun,” ujar Fajar Budhi Wibowo, budayawan dari Kota Cimahi, yang telah beberapa kali melakukan riset budaya di lokasi ini.

Adat yang Bukan untuk Dipajang

Kampung Urug tidak sekadar ‘beradat’ dalam simbol. Ia adalah komunitas hidup yang dikelola secara adat. Sistem kepemimpinannya dibagi menjadi tiga wilayah: Lebak, Tengah, dan Tonggoh, masing-masing dipimpin oleh olot atau tetua adat. Abah Ukat memimpin wilayah Lebak, Abah Amat bertugas di wilayah Tengah dan Abah Kayod mengurus wilayah Tonggoh.

Setiap keputusan penting dalam kampung selalu dimusyawarahkan bersama ketiga olot ini. Tak satu pun kebijakan yang diambil tanpa menimbang adat, warisan leluhur, dan keseimbangan alam.

Tanah, Padi, dan Doa

Urug adalah kampung agraris yang memuliakan tanah dan padi sebagai sumber hidup. Pertanian di sini dilakukan secara organik dan komunal. Warga bekerja bersama dalam sistem gotong royong, mulai dari membuka lahan, menanam, hingga memanen.

Mereka melaksanakan upacara Mapag Pare, Seren Taun, dan Hajat Lembur sebagai bentuk rasa syukur dan penghormatan pada alam. Tidak ada panggung besar atau promosi komersial. Semua dilakukan dalam kesunyian yang sakral.

“Bertani bukan sekadar kerja fisik, tapi ibadah terhadap bumi,” ungkap Fajar.

Di kampung ini, air diperlakukan sebagai makhluk hidup. Tidak ada sungai yang dikotori. Bahkan ketika mencuci, warga menyaring air limbah dapur terlebih dahulu. Itu semua adalah perwujudan dari nilai hidup yang halus dan penuh rasa.

Buka untuk Belajar, Bukan untuk Menonton

Kampung Urug terbuka bagi siapa pun yang ingin belajar, tapi bukan sebagai destinasi turistik biasa. Pengunjung harus mematuhi aturan adat: berpakaian sopan, menjaga ketenangan, serta tidak membawa alat elektronik yang mengganggu suasana.

Warga menyambut tamu seperti keluarga—dengan kopi dari hasil kebun, cerita lembut yang penuh makna, dan pengalaman hidup yang tak bisa dicari di hotel berbintang. Tak sedikit mahasiswa, peneliti, dan pegiat budaya yang datang lalu pulang dengan hati yang berubah.


Mengajarkan Nilai lewat Keteladanan

Anak-anak muda Urug tetap pergi menempuh pendidikan ke luar kampung, tapi mereka kembali dengan tekad melestarikan adat. Beberapa di antara mereka mulai melakukan dokumentasi budaya, membagikannya melalui tulisan, pameran foto, hingga video dokumenter.

Namun satu hal yang tak berubah: adat tetap menjadi rumah, bukan museum. Urug tidak ingin membungkus budayanya dalam kemasan tontonan. Mereka ingin budaya tetap dijalani, diwariskan dengan keikhlasan, bukan dipertontonkan demi viralitas.

Kampung yang Mengajarkan Cara Pulang

Kampung Adat Urug adalah pengingat bahwa di tengah kebisingan zaman, masih ada ruang untuk sunyi yang merawat jiwa. Mereka tidak menolak kemajuan, hanya memilih mana yang patut dibawa masuk ke dalam hidup mereka.

“Kadang kita perlu menepi untuk tahu arah. Kampung Urug adalah tempat di mana kita belajar kembali tentang hidup yang cukup, penuh hormat, dan selaras dengan alam,” tutup Fajar.


Catatan Redaksi:
Kunjungan ke Kampung Adat Urug perlu dilakukan dengan izin dan pengantar yang baik. Pengunjung disarankan datang dalam kelompok kecil, menghormati adat setempat, dan tidak membawa peralatan elektronik berlebihan. Kampung ini bukan tempat pelesiran biasa—ia adalah ruang belajar yang sunyi dan dalam.

Untuk lebih lengkapnya, silakan hubungi kami

Melayani Seluruh Indonesia, info lengkap hubungi kami

Optimized by Optimole