SinergiNews – Doha – Presiden Indonesia Prabowo Subianto menegaskan dukungan penuh Indonesia terhadap Qatar setelah serangan udara Israel yang menewaskan sejumlah tokoh Hamas di Doha. Dalam kunjungannya ke ibu kota Qatar pada Jumat (12/9), Prabowo bertemu Emir Sheikh Tamim bin Hamad Al-Thani dan menyampaikan solidaritas Indonesia, sekaligus mengecam tindakan Israel yang dinilai sebagai pelanggaran hukum internasional dan kedaulatan negara.
Kunjungan ini berlangsung menjelang Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) darurat Arab-Islam yang digelar pada Senin (15/9). Pertemuan puncak tersebut diprakarsai Qatar sebagai respons atas serangan Israel yang bukan hanya menimbulkan korban jiwa, tetapi juga dianggap mengganggu proses perdamaian di kawasan. Menteri luar negeri dari negara-negara Arab dan Islam sebelumnya telah menggelar pertemuan persiapan untuk merumuskan langkah-langkah kolektif.
Serangan Israel yang terjadi pada 9 September menyasar sebuah gedung di Doha dan menewaskan lima anggota Hamas serta seorang petugas keamanan Qatar. Qatar mengecam tindakan itu sebagai bentuk terorisme negara dan pelanggaran serius terhadap kedaulatan. Negara Teluk tersebut juga menegaskan bahwa langkah Israel dapat merusak peran Qatar sebagai mediator dalam konflik Israel-Palestina.
Dalam draf resolusi KTT yang beredar, serangan tersebut disebut sebagai ancaman terhadap stabilitas regional dan proses normalisasi hubungan. Para pemimpin Arab dan Islam diharapkan mengeluarkan deklarasi keras yang mengecam Israel, mendesak Dewan Keamanan PBB untuk bertindak, serta menolak standar ganda dalam penerapan hukum internasional. Dukungan terhadap Qatar untuk mengambil langkah diplomatik dan hukum juga menjadi salah satu poin utama dalam rancangan tersebut.
Sejumlah analis menilai KTT ini menjadi ujian penting bagi konsistensi dunia Arab dan Islam dalam memperjuangkan isu Palestina sekaligus membela kedaulatan negara anggotanya. Indonesia, melalui kehadiran Presiden Prabowo, dipandang mempertegas posisi tradisionalnya sebagai salah satu negara Muslim terbesar yang menolak keras segala bentuk agresi militer Israel.
Meski demikian, banyak pihak menekankan bahwa deklarasi keras tidak akan cukup tanpa diikuti aksi nyata. Pertanyaan besar yang kini muncul adalah sejauh mana negara-negara peserta KTT Arab-Islam berani melangkah lebih jauh, baik melalui sanksi ekonomi, langkah diplomatik, maupun upaya internasional lain untuk menekan Israel.
Di tengah ketidakpastian itu, kehadiran Prabowo dan suara Indonesia memberi bobot tambahan pada forum internasional ini. Bagi Jakarta, solidaritas bukan sekadar diplomasi, melainkan panggilan sejarah yang sejak lama melekat dalam politik luar negeri Indonesia: menentang kolonialisme dalam bentuk apa pun, termasuk pendudukan Israel atas tanah Palestina.***