Indeks

Dirgahayu RI ke 80

Kampung Adat Banceuy: Nafas Tradisi di Kaki Gunung Subang

Kampung Adat Banceuy: Nafas Tradisi di Kaki Gunung Subang
Kampung Adat Banceuy: Nafas Tradisi di Kaki Gunung Subang

Subang – SinergiNews, 30 Juni 2024

Di ujung utara Subang, tepatnya di Desa Sanca, Kecamatan Ciater, berdiri sebuah kampung yang tidak sekadar memelihara tradisi, tapi hidup di dalamnya: Kampung Adat Banceuy. Di sinilah, di antara aliran sungai, rumpun bambu, dan jalan-jalan kecil yang sunyi, warisan leluhur masih bertahan di tengah arus zaman yang kian deras.

Banceuy, nama yang mungkin belum sepopuler desa wisata lain, justru menyimpan kekuatan budaya yang murni dan tak tersentuh gemerlap industri wisata massal. Kampung ini adalah tempat di mana warga menanam, menyanyi, dan bermusyawarah seperti yang dilakukan nenek moyang mereka.

“Dulu namanya Kampung Negla. Setelah musibah angin besar, para sesepuh berkumpul, bermusyawarah. Itulah awal kami dikenal sebagai Banceuy—tempat bermusyawarah,” ujar Kang Odang, tokoh adat sekaligus Ketua Pokdarwis Banceuy.

Warisan yang Masih Dihidupkan

Banceuy bukanlah kampung yang berhenti di masa lalu. Justru, setiap tahun, warga menggelar Ruwatan Bumi—ritual adat sebagai bentuk syukur atas hasil panen dan keselamatan kampung. Diiringi suara dogdog, gembyung, dan tarawangsa, helaran budaya berjalan melintasi jalan kampung, membawa simbol kesuburan seperti tumpeng, padi, dan hasil bumi lainnya.

Menurut Fajar Budhi Wibowo, penggiat budaya dari Kota Cimahi yang aktif meneliti situs-situs adat di Jawa Barat, Kampung Adat Banceuy adalah contoh ideal bagaimana budaya tidak sekadar dijaga dalam simbol, tapi dijalani sebagai cara hidup.

“Banceuy menunjukkan bahwa harmoni alam dan adat bisa hidup berdampingan secara organik. Di sini, kita bisa melihat bagaimana masyarakat Sunda menyatu dengan tanah, air, dan memori leluhur mereka,” jelas Fajar, yang juga mewakili Pusat Studi Budaya dan Sejarah Sanghyang Hawu.

Tak hanya sebagai tontonan, ritual ini melibatkan seluruh warga—dari anak-anak hingga para sepuh. Mereka menjahit janur, merangkai sesaji, menyiapkan makanan bersama, dan tentu saja, menari dan bernyanyi sebagai bentuk doa.

“Ruwatan bukan hanya pesta. Ini cara kami menyambung hubungan dengan bumi, leluhur, dan sesama,” ungkap Teh Cucu, ibu rumah tangga yang rutin membuat opak dan kue satu khas kampung.

Harmoni Alam dan Budaya

Daya tarik Banceuy bukan semata upacara adat. Di sekelilingnya, alam menyediakan pelengkap yang menenangkan jiwa. Ada Leuwi Lawang, lubuk sungai alami yang diapit dua tebing batu menyerupai gerbang, dan Curug Bentang, air terjun tersembunyi yang menyejukkan udara dan pikiran.

Kampung ini juga cocok bagi pelancong yang ingin merasakan ekowisata berbasis budaya. Pengunjung bisa belajar menanam padi, membuat kerajinan dari bambu, hingga mengenal alat musik tradisional Sunda seperti celempung dan karinding. Homestay sederhana dikelola langsung oleh warga, lengkap dengan sajian kuliner lokal seperti rangginang warna-warni dan sambel papagan.

Lokasi dan Akses

Kampung Adat Banceuy terletak di Desa Sanca, Kecamatan Ciater, Kabupaten Subang, sekitar 23 km dari pusat kota Subang dan tidak jauh dari kawasan wisata Sari Ater. Akses jalan menuju kampung cukup baik, meski menyempit di beberapa titik. Disarankan menggunakan kendaraan pribadi berukuran kecil atau sepeda motor.

Bagi yang ingin menginap, tersedia rumah warga yang disulap menjadi homestay. Tidak mewah, tetapi hangat dan ramah. Yang paling penting, semua aktivitas wisata dilakukan atas dasar kesadaran budaya—bukan komersialisasi berlebih.

Menjaga Tradisi, Menjaga Marwah

Di era serba digital, Kampung Banceuy tampil tenang dan bersahaja. Tidak terburu-buru. Tidak terlalu menonjol. Tapi justru di situlah letak keistimewaannya.

Di Banceuy, kita belajar bahwa budaya bukan sesuatu yang dilihat sekali seumur hidup, tetapi sesuatu yang dijalani setiap hari. Dari cara menanam hingga menyapa tamu, dari irama gending hingga ketukan lesung, semuanya adalah bagian dari tubuh yang hidup—dan bernapas bersama bumi.

“Kami tidak sekadar mempertahankan tradisi. Kami menjadikannya jalan hidup,” tutup Kang Odang sambil memandangi sawah yang mulai menguning.

Bagi Fajar Budhi Wibowo, budayawan yang telah lama mengkaji komunitas-komunitas adat di Jawa Barat, kampung seperti Banceuy merupakan fondasi penting menuju kebudayaan yang lestari dan bermartabat.

“Jika Indonesia ingin menapaki cita-cita besar Indonesia Emas 2045, maka tempat seperti ini harus didengar dan diberdayakan. Mereka bukan sisa masa lalu—mereka adalah nadi masa depan,” pungkasnya.


Catatan Redaksi
Kampung Adat Banceuy dapat dikunjungi sepanjang tahun. Namun waktu terbaik untuk menyaksikan puncak ritual budaya adalah saat akhir bulan Muharram dalam kalender Hijriyah, ketika Ruwatan Bumi digelar besar-besaran. Pengunjung diimbau untuk mengikuti tata krama lokal, termasuk berpakaian sopan dan menjaga kebersihan lingkungan.

Melayani Seluruh Indonesia, Info Lengkap hubungi kami

Melayani Seluruh Indonesia, info lengkap hubungi kami

Optimized by Optimole
Exit mobile version