Sangkuriang membendung sungai. Ia pukul dasar bumi. Air tercekik. Kabut naik ke pucuk pohon. Langit menghitam.
“Sagara ku kuring bakal dialihkeun, situ ku kuring bakal dijieun sorangan, parahu iyeu bakal ngambah daratan mangsa”, katanya.
(Laut akan pindahkan, dan danau akan kuciptakan sendiri, perahu ini akan mengarungi daratan waktu)
Tenaga Sangkuriang bukan sekadar fisik. Ia kini mendapat bantuan dari bayangannya sendiri.
Dari setiap tetes keringatnya, muncul wujud-wujud kabur: makhluk-makhluk yang setia tapi bisu. Mereka menyusun batu, mereka menjahit tali raksasa, mereka membentuk layar dari kulit malam.
Dalam satu malam yang merenggang oleh kehendaknya, nyaris rampunglah segalanya. Bendungan berdiri. Air mulai mengumpul. Dan langit… bergidik.