Indeks

Dirgahayu RI ke 80

Pasar Awi Campernik: Ekologi, Tradisi, dan Harapan di Jantung Cimahi

Pasar Awi Campernik: Ekologi, Tradisi, dan Harapan di Jantung Cimahi
Pasar Awi Campernik: Ekologi, Tradisi, dan Harapan di Jantung Cimahi

SinergiNews – 27 Oktober 2024. Di Kota Cimahi yang dikenal sebagai kota industri dan militer, siapa sangka ada sebuah ruang hidup yang menawarkan keheningan, kesegaran, dan aroma tanah basah di pagi hari? Pasar Awi Campernik, yang tumbuh perlahan di kawasan Cipageran Kota Cimahi, menjadi oase hijau bagi warga kota yang rindu pada nuansa perdesaan dan ritme hidup yang lebih menyatu dengan alam.

Bukan pasar dalam pengertian konvensional. Pasar Awi Campernik adalah pertemuan antara ekologi dan ekonomi budaya, di mana bambu, hasil bumi lokal, seni tradisional, dan kesadaran lingkungan bersatu dalam satu gerakan warga yang disebut Campernik: Cai, Makan, Pikir, Hirup, Ngamumule, Kabudayaan.

“Campernik bukan hanya pasar, tapi ruang budaya yang membentuk ekosistem nilai—bagaimana hidup, bertukar, dan merawat bumi secara kolektif,” ujar Fajar Budhi Wibowo, yang sejak awal terbangunnya pasar ini memiliki rasa ketertarikan.

Lahir dari Krisis, Tumbuh dari Kesadaran

Pasar ini bermula dari keresahan warga akan ruang kota yang kian menekan ruang hijau, pasar tradisional yang tergilas ritel modern, dan ketergantungan terhadap produk luar. Alih-alih melawan dengan protes, sekelompok pegiat budaya dan warga sekitar membangun pasar sederhana dengan atap bilik bambu, meja kayu pinus bekas, dan dagangan hasil kebun sendiri.

Setiap akhir pekan, pengunjung bisa menemukan beras lokal organik, sayur-mayur kampung, jamu racikan, kuliner khas Sunda, dan kerajinan tangan, diiringi dengan pertunjukan karinding, kecapi, bahkan tari lengser yang dilakukan secara spontan oleh komunitas lokal.

“Kita merindukan fungsi pasar sebagai ruang interaksi sosial, bukan sekadar tempat transaksi,” jelas Fajar.

Bambu sebagai Falsafah Hidup

Bambu (awi) bukan hanya elemen dekoratif di pasar ini, melainkan menjadi falsafah utama. Dalam budaya Sunda, bambu melambangkan kelenturan, kekokohan, dan kebermanfaatan. Hampir seluruh bangunan dan peralatan di pasar menggunakan bambu yang berasal dari kawasan hutan rakyat sekitar Cimahi Selatan dan Padalarang.

“Bambu itu simbol gotong royong. Ia tumbuh berumpun, tidak egois, dan selalu memberi manfaat—itulah yang kami teladani di Campernik,” ujar Fajar sambil menunjuk saung-saung jualan yang ditata tanpa sekat.

Pasar Budaya, Bukan Destinasi Wisata Instan

Tidak seperti pasar tematik lain yang dibuat untuk keperluan swafoto, Campernik menolak menjadi “pasar tempelan”. Aktivitas di dalamnya dilandaskan pada pola konsumsi sadar, keberlanjutan produksi lokal, dan nilai-nilai budaya yang hidup.

Beberapa program unggulan yang dapat dilakukandi pasar ini meliputi:

  • Transaksi Unik: sistem barter antar warga dengan alat tukar khusus.
  • Kelas Budaya: lokakarya aksara Sunda, menulis cerita rakyat, dan membuat peralatan bambu.
  • Pentas Mikro: panggung komunitas untuk pelaku seni pemula.
  • Ngariung Campernik: diskusi terbuka tentang isu budaya dan lingkungan.

Gerakan, Bukan Sekadar Kegiatan

Fajar menyebut Campernik sebagai gerakan sosial-budaya berbasis nilai Sunda agraris yang dibawa ke ranah kota. Ia juga menyebut pentingnya dukungan dari Pemkot Cimahi dan mitra lokal untuk memperkuat peran pasar budaya ini dalam pendidikan ekologis anak-anak, penguatan ekonomi mikro warga, serta regenerasi pelestari budaya.

“Di sini kita belajar bahwa pasar tidak harus padat dan bising. Bisa tenang, ramah anak, dan tetap menghidupi banyak orang,” katanya.


Catatan Redaksi:
Pasar Awi Campernik buka setiap Sabtu dan Minggu pagi hingga siang. Berlokasi di kawasan semi-perkotaan Cimahi Utara, pasar ini mudah dijangkau dari pusat kota. Pengunjung diharapkan membawa tas belanja sendiri, menjaga kebersihan, dan menghormati nilai adat lokal.

Melayani Seluruh Indonesia, Info Lengkap hubungi kami

Melayani Seluruh Indonesia, info lengkap hubungi kami

Optimized by Optimole
Exit mobile version