Indeks

Dirgahayu RI ke 80

PERAHU YANG DILARANG KEMBALI – BAGIAN III (Tamat)

Cerpen Alegoris Kosmologis Sunda - Bagian 3: Abu dan Bayang-Bayang Asal- Oleh: Fajar Budhi Wibowo

Trilogi Cerpen Alegoris Kosmologis Sunda - Perahu yang Dilarang Kembali - Bagian 3: Abu dan - Oleh: Fajar Budhi Wibowo
Trilogi Cerpen Alegoris Kosmologis Sunda - Perahu yang Dilarang Kembali - Bagian 3: Abu dan Bayang-Bayang Asal - Oleh: Fajar Budhi Wibowo

Sangkuriang jatuh berlutut, bukan karena kalah, tetapi karena beban asal-usulnya menghantam seperti ribuan badai.

“Ambu… Bapa…,” bisiknya.
(Ibu… Ayah…) 

Air mata bercampur lumpur di wajahnya, dan bara di dadanya padam, digantikan oleh kehangatan kasih yang telah lama ia lupakan. Ia tidak lagi anak api, tetapi anak waktu yang akhirnya memahami lukanya.

Dayang Sumbi mengulurkan benang fajar terakhirnya, menyentuh dahi Sangkuriang yang terlihat ada goresan bekas luka masa lalu, seolah menyatukan kembali benang yang terputus.

“Waktu moal mihukum anjeun, tapi ngajarkeun anjeun. Balik ka asal, anaking, sabab asal anjeun geus aya di dieu, di beungkeutan kuring jeung Si Tumang,” lirih Dayang Sumbi.
(Waktu tak menghukummu, tapi mengajarkanmu. Kembali ke asal, anakku, karena asalmu sudah ada di sini, di jalinan aku dan Si Tumang.)

Benang itu melebur ke dalam tubuh Sangkuriang, dan disusul dengan raga Sangkuriang pun lenyap ke dalam kabut, menjadi bagian dari gunung yang baru lahir, sebuah monumen luka dan kasih yang abadi.

Sangkuriang menghilang. Sebagian bilang ia menjadi batu. Sebagian lagi bilang ia menyelinap masuk ke dalam danau, menjadi arwah.

Melayani Seluruh Indonesia, Info Lengkap hubungi kami

Melayani Seluruh Indonesia, info lengkap hubungi kami

Optimized by Optimole
Exit mobile version