Indeks

Dirgahayu RI ke 80

PERAHU YANG DILARANG KEMBALI – BAGIAN I

Cerpen Alegoris Kosmologis Sunda - Bagian 1: Asal Usul dan Tanda-Tanda - Oleh: Fajar Budhi Wibowo

Trilogi Cerpen Alegoris Kosmologis Sunda - Perahu yang Dilarang Kembali - Bagian 1: Asal Usul dan Tanda-Tanda - Oleh: Fajar Budhi Wibowo
Trilogi Cerpen Alegoris Kosmologis Sunda - Perahu yang Dilarang Kembali - Bagian 1: Asal Usul dan Tanda-Tanda - Oleh: Fajar Budhi Wibowo

Merekalah yang pertama melihat Sangkuriang berjalan menembus kabut. Tanah menggelegak di bawah kakinya. Burung-burung pun tak berani berkicau. Akar-akar tua mengerut, dan kabut memisah seperti membuka jalan bagi makhluk seperti “dewa” yang lupa asalnya.

“Seuneu téh datang deui…” bisik Nyi Endang.
(Api itu datang lagi…).

“Manéhna rék ngalegleg langit…” gumam Ki Jarwa.
(Ia akan menelan langit…).

Si Panyileukan hanya tertawa kecil, lalu menyanyikan lagu yang hanya dimengerti angin:

Langit kolot, langit kolot, naha maneh ngarenghap? Aya budak ti kulon, ngangais seuneu di dada.,” teriaknya.
(Langit tua, langit tua, kenapa kau menghela napas? Ada anak dari barat, membawa bara dalam dada.)

Maka kabar tersebar, bukan lewat suara, tapi lewat gemetar tanah dan arah angin yang berubah.
Dedaunan berguguran tanpa sebab. Kabut tak lagi diam.

Dunia tahu: akan ada benturan. Akan ada luka yang membentuk daratan baru.

Melayani Seluruh Indonesia, Info Lengkap hubungi kami

Melayani Seluruh Indonesia, info lengkap hubungi kami

Optimized by Optimole
Exit mobile version