Membaca fakta Cimahi yang dibangun oleh Hindia Belanda (Eropa) punya adab membangun sebuah kota dengan tidak merusak alam yang menjadi salah satu warisan kebudayaan. Herry Dachyato dari mediatama prakarsa sekaligus ia pun sebagai salah satu tokoh penggagas Cimahi Otonom dalam kesempatan bicaranya mengemukakan bahwa pentingnya Kota Cimahi mengenali akar kebudayaannya melalu sejarah.
“Kota Cimahi itu dibangun dan berkembang bukan hanya oleh masyarakat Jawa Barat, tapi oleh kaum kolonial, catatan sejarah seperti itu. Jadi, keberadaan aset pemajuan kebudayaan Kota Cimahi tidak telpas dari budaya mereka juga, tertutama dari sisi bangunan-bangunan atau situs bersejarahnya. Berbicara terkait adab, kembalikan adab kita sebagai warga dan adab sebagai pejabat publik mengoptimalkan pendekatan pembangunan secara holistik, hilangkan pendekatan pembangunan mengedepankan secara teknokrat,” jelas Herry.
Tujuan akhirnya memberikan ruang terkait peran kebudayaan peradaban peradaban untuk pembangunan yang berkelanjutan , dengan goalsnya mencapai kesejahteraan warganya.
Ia menambahkan, bahwa pokok-pokok pikiran kebudayaan merupakan kewajiban dan tanggung jawab pemerintah daerah diatur dalam Pasal 10 dan Pasal 12 UU Pemajuan Kebudayaan, untuk itu DKKC mengadakan pertemuan khusuk persiapan proses membuat PPKD, tidak cukup dengan diskusi publik saja, agar materinya utuh, termasuk nilai-nilai kebudayaan yang ada.
Eka Pandji dari BoedsMedia mengemukakan pentingnya promosi dan digitalisasi produk-produk kebudayaan. Termasuk sosialisasi para pelaku kebudayaannya.
“Di era digital saat ini, tanpa kita bersentuhan dengan teknologi maka ekonomi industri kreatif sulit untuk berkembang. Jadi saya mengajak, yuk dengan fasilitas yang dimilki kita promosikan produk-produk kebudayaan atau kiprah kebudayaan kita melalui media sosial. Tidak perlu fasilitas yang bagus untuk berpromosi, cukup dengan kamera perangkat seluler ditangan saja, yang penting kita semangat melakukan promosi. Saya dengan kepedulian sering melakukan peliputan secara sosial, mengekspose penggiat kebudayaan UMKM agar mereka bisa dikenal lebih luas,” ujar Pandji yang merasa sedih melihat banyaknya potensi kebudayaan di Kota Cimahi namun kurang terekspos.
SinergiNews melalui wartawannya mengemukakan pandangan bahwa DKKC belum sepenuhnya memerankan sebagai lembaga yang melakukan pembinaan, ia melihat beberapa faktor yang menjadi penghambatnya.
“Saya melihat banyak kekurangan di DKKC, terutama dari kapasitas SDM yang berimbas pada cara lembaga melakukan pembinaan pada komunitas-komunitas yang ada. Selain itu, DKKC juga kurang memiliki kekuatan secara finansial dan jaringan. DKKC perlu membuka peluang-peluuang kerjasama dengan berbagai pihak, termasuk dunia usaha. DKKC harus bisa berperan juga sebagai lembaga yang memperjuangkan kesejahteraan para pelaku seni dengan melakukan intervensi pada kebijakan-kebijakan serta program pemerintah yang kurang sesuai kebutuhan pelaku kebudayaan,” terang Dadan Kurnia.
Setelah mendengarkan dengan seksama pendapat dan pandangan bahkan kritikan dari masing-masing peserta yang menjadi pembicara, para pengupas mencoba menanggapi dengan berdialog langsung.
Hasil yang didapat dalam diskusi ini adalah aspirasi-aspirasi bahan pembuatan rekomendasi meliputi penguatan tata kelola budaya melalui DKKC dan koordinasi lintas organisasi perangkat daerah (OPD), pemetaan aset-aset objek pemajuan kebudayaan (OPK) yang inklusif dengan keterlibatan pemuda dan kelompok marginal, merancang program berkelanjutan dengan mengoptimasi ekosistem industri kreatif yang kuat dengan melibatkan unsur pentahelix.
Pra acara, penyelenggara menjaring aspirasi melalui anhket kepada masyarakat pra acara dalam rangka menyoroti tantangan seperti koordinasi lintas sektor yang lemah, partisipasi terbatas, dan dampak modernisasi. Pasca Acara, rekomendasi diskusi diharapkan menjadi panduan untuk kebijakan konkret para pemangku kepentingan.
Dalam diskusi ini, dibagi menjadi beberapa sesi, pertama, sesi “Speak Up”, yaitu ruang pemantikan diskusi bagi perwakilan unsur pentahelix memaparkan pandangan dan pendapatnya dalam melihat situasi, kondisi serta persoalan pemajuan kebudayaan di Kota Cimahi. Kedua, sesi “Presentasi”, yaitu ruang bagi para pengupas yang menjadi pembicara utama memaparkan persoalan pemajuan kebudayaan dari berbagai aspek. Ketiga sesi “Diskusi Panel”, yaitu ruang yang diberikan untuk semua peserta untuk menyuarakan pandangan dan pendapatnya.