Sinergi Merketplace - simpleaja.id
Memang betul, saat ini warung-warung tradisional pun harus dapat berinovasi, agar dapat bersaing dengan keberadaan toko modern. Namun, bila persaingan yang tidak sebanding ini dibiarkan, maka warung-warung tradisional akan sulit bertahan.

PEMKOT CIMAHI TERKESAN PRO KAPITALIS BILA TAK TUTUP MINIMARKET ILEGAL

Tonton Video Full – Audiensi LSM KOMPAS dengan PEMKOT CIMAHI terkait Minimarket Tak Berijin.

SinergiNews – OPINI. Hampir tidak ada satupun dalam setiap sendi kehidupan yang lepas dari aturan. Negara Republik Indonesia, terkhusus Kota Cimahi pun tak lepas dari kerangka kebijakan publik. Berbicara tentang kebijakan publik, cakupan ranah ini sangatlah luas. Kebijakan selalu ada pada ranah Ipolesosbudhankam dan lain sebagianya.

Peran masyarakat dalam kemunculan suatu gagasan, perumusan konsep, perencanaan, pengesahan hingga pelaksanaan selalu muncul pada setiap kebijakan publik. Baik kebijakan yang bersumber dari inisiatif legislatif maupun eksekutif, tidak ada satupun yang mengabaikan peran masyarakat.

Pelibatannya bisa secara langsung maupun tidak langsung. Atas dasar hal tersebutlah, para penggiat kontrol sosial serius mengamati para pemangku kebijakan beserta stakeholders-nya.

Kaum Kapitalis Bertameng pada Regulasi dalam Hadapi Birokrat dan Rakyat

Dalam perumusan berbagai regulasi, tentu akan mempertimbangkan persepektif keadilan, kepastian dan kemanfaatan. Namun permasalahannya, seringkali klausul-klausul dalam suatu regulasi terjelmakan menjadi suatu kebijakan yang menimbulkan multi tafsir, sehingga kerap menimbulkan persoalan baru. Termasuk kebijakan dan regulasi yang berkaitan dengan pengelolaan serta pengaturan ruang usaha dan perdagangan.

Sejak terbitnya undang-undang RI Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, ini sering menimbulkan salah tafsir dari pihak pemerintah daerah, dunia usaha dan masyarakat. Tidak terpungkiri, regulasi ini memiliki nilai kemanfaatan yang luar biasa besar bagi tatanan kehidupan sosial kemasyarakatan, maupun sosio ekonomi.

Namun terkadang, dalam beberapa kasus regulasi ini menjadi tameng dan sarana pembenaran, terutama oleh pemerintah daerah dan dunia usaha dalam “melawan” masyarakat. Termasuk pada kasus menjamurnya toko-toko modern, yang lambat laun “mematikan” warung-warung tradisional.

Apalagi bila pemerintah daerahnya “malas membaca”, sehingga kutang memahami apa maksud dan tujuan dari UU Cipta Kerja. Banyak yang berpendapat, bahwa regulasi ini mengkebiri kekuasaan dari pemerintah daerah, terutama dalam hal perijinan.

Padahal tidak, itu hanyalah pemikiran yang salah kaprah dan logical fallacy. Baik jenisnya ad hominem, Strawman, circular reasoning maupun lainnya. Seperti halnya dalam pengaturan rencana tata ruang wilayah (RTRW) dan rencana disain tata ruang (RDTR) tetap kewenangan pemerintah kabupaten/kota.

Kewenangan pengelolaan, pengaturan, pengendalian perijinan tetap ada pemerintah daerah. Kembali pada bahasan, termasuk pengaturan tentang perijinan atas keberadaan toko modern.

Namun pada kenyataannya logical fallacy dalam bentuk argumentasi para oknum birokrasi. Mereka seolah-olah tidak berdaya dan tidak memiliki kuasa untuk melakukan pengendalian keberadaan toko modern.

Dalih yang tercetus dari mereka adalah bahwa pengusaha telah memiliki NIB (Nomor Induk Berusaha) dan ijin-ijin lainnya. Ijin terbit melalui aplikasi OSS yang merupakan sistem perizinan berusaha terintegrasi secara elektronik. Kesalahtafsiran para birokrat tersebut tentu termanfaatkan oleh kaum kapitalis untuk berekspansi dalam mengembangkan bisnis serta memonopoli sektor-sektor perekonomian tanpa pengendalian.

About

Tinggalkan Balasan