Realitas persoalan pemajuan kebudayaan
Fitri Kurniawati, S.P., M.I.L selaku moderator dalam prolognya menyampaikan bahwa selama ini, sifat program pemajuan kebudayaan sebagai seremonial semata, dianggap beban anggaran dan ngambang.
“Selama ini, program pemajuan kebudayaan hanya sebagai kegiatan yang bersifat seremonial
semata. Inti amanat Perda dan Undang-Undang Pemajuan Kebudayaan, adalah menjadikan
kebudayaan sebagai investasi untuk membangun masa depan dan peradaban bangsa demi
terwujudnya tujuan Nasional,” paparnya.
Ungkap Fitri, arah pembangunan pemajuan kebudayaan ngambang dan tidak mengakar, sehingga tak berdampak dan membuah hasil yang signifikan. Pemangku kebijakan pun dianggap memandang pembangunan kebudayaan sebagai beban.
“Memajukan kebudayaan bukan semata-mata tugas Disbudparpora semata, tapi menjadi bagian tugas seluruh SKPD dan elemen masyarakat. Dalam program 16 klaster ekonomi kreatif membutuhkan sarana prasarana penunjang yang cukup memadai. Karena, di Kota Cimahi Pemerintah baru memfasilitasi tempat berupa ruko sebagai sekretariat DKKC sebagai pusat berbagai kegiatan pemajuan kebudayaan. Keberadaan gedung kebudayaan sangatlah mutlak untuk diwujudkan. Pertanyaan besarnya. The big question is kapankah ruang ekspresi berkesenian atau berbudaya di Kota Cimahi ini bisa terwujud dan berwujud?,” lontar Koordinator Program LSM KOMPAS yang juga sebagai Peneliti di Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) ini.